Rabu, November 21, 2012

Schedule for Aisha & Nazia


        Sudah hampir sebulan ini aku membuat beberapa jadwal untuk anak-anakku.  Aku rasa ini penting agar mereka belajar untuk disiplin sejak dari usia dini. Mulai dari jadwal naik sepeda, jadwal menonton televisi dan jadwal membaca buku sebelum tidur.

        Jadwal naik sepeda aku buat agar si kakak bisa bergantian naik sepeda dengan adiknya. Jadwal kami buat dan kami tulis bersama-sama secara musyawarah. Karena pagi sekolah, maka jadwal hanya berbatas pada sore dan malam hari. Kakak dan adik harus memilih hari dan waktu kapan ia naik sepeda. Bila si kakak Senin naik sepedanya sore, maka adik harus Senin malam dan seterusnya. Setelah selesai ditulis jadwal aku tempel di dinding agar mudah di baca. Walaupun anak-anak belum bisa membaca tapi mereka mengerti apa yang sudah aku tulis.

        Pada awal pelaksaan memang anak-anak agak kurang rela untuk berbagi, namun lama kelamaan mereka mulai terbiasa dengan jadwal. Nazia, si bungsu selalu bertanya sebelum naik sepeda, ia tidak akan naik sepeda dulu sebelum membaca jadwalnya.

“Mi, hayi ni siapa yang soye mi?” atau “Mi, hayi ni siapa yang mayam mi?”
(“Mi, hari ini siapa yang sore mi?” atau “Mi, hari ini siapa yang malam mi?”

      Berbeda dengan Aisha, si kakak, mungkin karena sepeda itu miliknya ia sering lebih dahulu naik sepeda baru kemudian membaca jadwal. Bahkan terkadang ia sedikit cemberut bila ternyata jadwal naik sepeda pada hari yang dimaksud adalah adiknya. Tetapi jadwal tetap harus dilaksanakan, meskipun ada yang menangis tapi aku tetap konsisten dengan jadwal. Karena aku berpikir, bila sekali saja kita melanggar, anak-anak bisa beranggapan kalau kita bisa dirayu dan tidak konsisten.

         Saat pergi ke supermarket untuk jajan misalnya hanya satu atau dua macam saja yang  boleh dibeli. Misalnya susu dan permen. Sampai di supermarket hanya dua macam itu saja yang boleh dibeli. Bila mereka minta di luar itu tetap tidak aku beri. Selain melatih disiplin aku ingin mereka belajar untuk jujur pada diri mereka sendiri dan pada orang lain. Alhamdulillah sekarang mereka sudah mulai terbiasa dengan hal ini. Paling bila mereka hendak membeli lebih dari yang mereka jadwalkan di rumah anak-anak hanya bilang,

“Mi, besok-besok belinya yang ini mi yaa…”(sambil menunjukkan apa yang ingin dibelinya) atau,
“Mi, kalau udah gak batuk lagi beli permen  yang ini mi ya..”
Atau..” Mi, boleh gak kalau beli yang ini?”

Selain itu anak-anak juga aku perkenalkan dengan makanan dan minuman HALAL. Bila ada makanan atau minuman yang tidak ada lambang halalnya maka kita tidak boleh membelinya. Terkadang saking semangatnya mereka berteriak gembira ketika ingin membeli makanan yang ada halalnya.

“Mi, Mi, liat ni, ada halalnya mi! berarti boleh beli mi kan?”

Pernah suatu hari anak-anak ingin sekali membeli permen “x”. Setahuku permen tersebut tidak semua ada cap Halalnya. Oleh sebab itu anak-anak sudah kuperingatkan sejak awal jika hendak membeli permen tersebut kita harus selalu lihat ada tidak cap Halalnya. Saat memilih-milih, rupanya adik duluan yang dapat permen “x” bercap halal. Dengan girangnya si adik langsung mengambil permen tersebut. Sedangkan si kakak belum dapat, tak pantang menyerah ia terus mencari  permen “x” sambil di bantu adik. Setelah berapa lama permen yang di cari yang bercap halal tidak ketemu. Si kakak sudah terlihat sangat sedih. Maka akupun menanyakan kepada mereka berdua.

“gimana nak, permennya gak ada. Kita gak boleh beli yang gak ada halalnya. Bagaimana klo Adek bagi dua permennya sama Cutkak ? Apa boleh Dek? “

Lama si adek menjawab. Akhirnya adek setuju dengan tawaranku, Alhamdulillah, senang  rasanya melihat mereka mulai belajar untuk berbagi. Walau terkadang masih sering berantam dan berebutan, namun ingatlah bukankah berantam pada anak-anak itu baik?(teringat kembali pesan Abah Ihsan dibuku beliau Sudahkah Aku menjadi Orangtua Shaleh?).

Jadwal kedua yang mulai aku buat adalah jadwal menonton televisi. Alhamdulillah anak-anak sejak dari kecil tidak aku biasakan untuk menonton televisi. Namun belakangan semenjak beberapa bulan kami tinggal di rumah nenek (ibuku), sepertinya jadwal sudah mulai harus diterapkan. Selain lingkungan keluarga yang ramai dengan usia sebaya mereka yang berbeda tingkat pembatasan jam menonoton televisi oleh orangtua mereka masing-masing, juga ada orang-orang dewasa yang menonton televisi disaat anak-anak ada bersama mereka. Kalimat-kalimat juga lagu-lagu yang memprihatinkan menjadi santapan bagi anak kita bila kita selaku orangtua tidak memilah dan memilih apa yang baik dikonsumsi untuk anak. Sering pada saat ini kalimat “loe, gue, end”, “jadi gue mesti bilang wow gitu?”, “masalah buat loe?” tak jarang keluar dari mulut anak kita. Apa yang harus kita lakukan bila demikian keadaanya.

Maka dari itu anak-anak kembali saya ajak untuk membuat jadwal menonton. Jadwal hanya pada pagi dan sore, berbatas pada film kartun yang aku tentukan saja. Alhamdulillah sampai hari ini mereka masih mengikuti jadwal.

Jadwal yang terakhir adalah jadwal membaca buku. Anak-anak paling senang jika sebelum tidur dibacakan buku cerita. Alhamdulillah mereka sudah mempunyai beberapa koleksi buku cerita. Sebelum kami membuat jadwal siapa yang duluan bukunya dibaca sebelum tidur, anak-anak selalu berebutan minta bukunya dibacakan duluan. Tapi Alhamdulillah sekarang mereka jadi tertib dan tidak berebut lagi setelah dibuat jadwal. 

Cahaya Kehidupanku

Kembali teringat puisi ini, puisi yang aku buat sekitar 6 tahun yang lalu.. saat si buah hati belum hadir dalam kehidupan kami.  

Cahaya kehidupanku..

Cahaya itu masih malu malu menghampiri kehidupanku…
Cahaya itu masih menatapku dari kejauhan..

Kapan  kiranya ia datang dalam kehidupanku?
Kapan kiranya ia memberi suasana berbeda dalam setiap perjalanan hidupku?
Kapan kiranya ia membuat diri ini menjadi lebih berarti?
Kapan kiranya ia mampu mengubah sosok ini menjadi lebih berbeda?

Aku rindu sekali akan kehadirannya..
Aku ingin ia segera ada dalam dekapanku..
Aku ingin menjadi sosok yang selalu menyayanginya..
Mencintainya segenap jiwa ragaku..
Aku ingin..
Ini semua terjadi..

Duhai buah hati ku..
Kapan engkau datang dalam kehidupan ku, nak?
Aku ingin mendengar..
Engkau memanggilku..
Ummi…


Alhamdulillah sekarang telah hadir Aisha Fathia Izzati dan Nazia Hafizhatul Husna ditengah-tengah kami. terima kasih ya Allah. Semoga kami bisa menjadi orangtua yang shaleh dan diberi kekuatan untuk membesarkan dan mendidik anak-anak kami menjadi anak-anak yang shaleh/ah. Amin ya Rabbal'alamiin...


21  November 2012




Indahnya ukhuwah itu..


Masih teringat masa-masa SMA dulu saat kita aktif di Rohis. Aku rasa saat itu adalah masa terindah sekolahku. Ada damai, ada kasih, ada sayang, ada cinta, ada keikhlasan, ada ketulusan, ada kesabaran, ada pengorbanan, ada rasa saling memiliki, semua itu kita curahkan bersama-sama. Tidak ada perbedaan di antara kita, semua bercampur menjadi satu.

Bel sekolah bukan berarti tanda berpisah akan tiba. Malah bagi kita ini adalah saat untuk berkumpul kembali, berkumpul di mushalla tercinta kita. Bukan karena suatu keperluan, bukan karena ada suatu hal yang ingin dibicarakan ataupun sebuah pe-er yang ingin dikerjakan, tapi hanya untuk bertemu. Just it.

Belum afdhal rasanya pulang sekolah tidak berjumpa denganmu duhai sahabatku. Walau hanya lima menitpun jadi. Ucapan salam, jabatan hangat dan senyuman indah selalu engkau berikan. Allah.. indah sekali rasanya bila mengingat masa itu.

Sahabatku.. masihkah engkau ingat saat kita selalu semangat menghadiri kajian jum’atan selepas  pulang sekolah?

Sahabatku.. masihkah engkau ingat saat kita saling membantu untuk mengangkat air bersama ketika air untuk wudhu di kamar mandi sekolah telah habis?

Sahabatku.. masihkah engkau ingat saat kita jajan bersama di kantin ibu belakang? kita semua saling berbagi..

Sahabatku.. masihkah engkau ingat saat engkau yang mempunyai kendaraan selalu ikhlas untuk meminjamkan motormu pada teman yang membutuhkan bantuanmu?

Sahabatku.. masihkah engkau ingat saat kita saling membantu sahabat kita yang sedang dalam kesulitan..


Sahabatku.. masihkah engkau ingat saat pagi 14 Februari beberapa tahun yang lalu mading kita berhasil “menghipnotis” teman-teman untuk membaca artikel tentang Anti Valentine Day?

Sahabatku.. masih dapatkah engkau merasakan jabatan hangat tangan kita ketika kita hendak berpisah? Kita selalu enggan untuk melepas tangan duluan karena kita selalu ingin malaikat mendoakan kita?

Sahabatku.. Hingga saat terpenting dalam hidupku engkaupun hadir untuk mendoakanku..  terima kasih sahabatku.. Semua itu rasanya tak mudah bagiku untuk melupakannya.. semua begitu indah rasanya.. hingga saat ini.. saat kita semua telah berpisah. Saat kita semua telah sibuk dengan keluarga dan urusan kita masing- masing.

Memang sudah saat nya seperti ini, biarlah kenangan indah ini besemayam di dalam hatiku yang paling dalam, aku hanya berdoa semoga ukhuwah ini tetap ada meski jarak memisahkan kita. Biarlah kita jauh tapi hati ini selalu dekat. Biarlah kita jauh namun kita tetap saling mendoakan. Biarlah kita jauh namun komunikasi tetap ada diantara kita. Semoga anak cucu keturunan kita dapat merasakan seperti apa yang kita rasakan dahulu, merasakan cinta dalam ukhuwah. Aamiin ya Rabbal’alamiin..


“Hidup akan terasa begitu indah jika segalanya karena Allah. Dalam sakit dan musibah teruji kesabaran. Dalam ukhuwah teruji ketulusan. Dalam taqwa teruji keyakinan. Ukhuwah terletak bukan pada banyaknya pertemuan, bukan pula pada manisnya ucapan, tapi pada ingatan seseorang terhadap saudaranya dalam DO’A, walaupun dia jauh darinya. Mari kembali perkuat ukhuwah dengan tetap saling mendo’akan untuk semua kebaikan duia dan akhirat”.

(Special untuk sahabatku di Rohis FKRM SMU4 Banda Aceh)

Senin, November 19, 2012

Teguran Bidadariku


      Tidak bisa dipungkiri bahwa ingatan anak-anak lebih kuat dibandingkan dengan ingatan orang dewasa. Bahkan tingkat penyerapan informasi lebih cepat ditangkap oleh anak-anak dibandingkan orang dewasa. Hal ini terbukti oleh Nazia si cute my second girl. Sore itu kami hendak bersiap-siap pergi ke rumah nenek. Saat hendak mengeluarkan motor dari halaman rumah, tiba-tiba Nazia bersin. Selang berapa detik dia berkomentar..

“ Mi, umi tok gak biyang Alhamdulillah..” (Umi kok gak bilang Alhamdulillah maksudnya).

Astarghfirullah… mungkin karena sangking sibuknya dengan si motor aku terlewatkan untuk mengucapkan Alhamdulillah saat mendengar ia bersin.

“ Oiya ya.. umi lupa.. maaf ya..”, “Alhamdulillah..”, jawabku. “trus kita bilang apa lagi dek?”, tanyaku kembali.

“Yarhamukillah..” jawab kami berbarengan sambil tersenyum.

     Malam harinya sebelum tidur aku menjelaskan pada anak-anak bahwa setiap bersin kita harus mengucapkan Alhamdulillah. Setelah itu orang yang mendengarkannya harus menjawab Yarhamukillah untuk perempuan atau Yarhamukallah untuk laki-laki. Untuk mudahnya aku memberi contoh pada mereka.

Bila yang bersin umi, nenek, bunda, bu guru, kita mengucapkan Yarhamukillah.
Bila yang bersin abi, kakek, paman, kita mengucapkan Yarhamukallah.

Alhamdulillah anak-anak langsung paham. Hingga pada saat ini anak-anak sering protes bila mereka bersin tidak ada yang menjawab Yarhamukillah. Kadang reaksi spontan langsung mereka ucapkan.

“ nek, biyang Yarhamukillah!!”, ucap si adek dengan cadelnya bila setelah ia bersin dan mengucapkan Alhamdulillah tidak ada balasan Yarhamukillah dari orang disekitarnya.

Atau si kakak Aisha sering berbisik padaku, “ Mi, kok  nenek tante(panggilan untuk tanteku) gak bilang Yarhamukillah untuk Cutkak?”.

Atau sambil marah-marah karena kesal tidak ada balasan ketika bersin, Aisha berteriak, “ bilang Yarhamukillah Tati ( panggilan untuk bundanya)!.”

Alhamdulillah.. satu pelajaran telah berhasil mereka ingat dan praktekkan. semoga kita dapat saling mengingati ya sayang..

8 November 2012



          

Kasian si Emo



          Teringat kembali kisah sehari sebelum hari raya Idul Adha 1433 H. Saat itu aku bersama dua orang anakku, Aisha 4 tahun dan Nazia 2,5 tahun pergi keliling Darussalam dengan mengendarai motor. Kami melewati para penjual daging yang sudah dikerumuni banyak pembeli. Aku sengaja mengendarai motorku dengan perlahan, dengan maksud agar anakku melihat daging sapi yang sudah  digantung dan ditumpuk-tumpuk untuk di jual. Saat melihat potongan kaki, paha dan kepala keduanya langsung menyerbuku dengan pertanyaan.

“Umi, kenapa mo nya dipotong mi? dia jahat ya?” Tanya si kakak Aisha.
“Iya umi.. sayang dia..” tambah sang adik.
“ gak sayang.. mo nya gak jahat. Dia dipotong supaya dagingnya bisa kita makan..nanti mo nya lagsung masuk surga”, jawabku.
“Kenapa masuk surga?”, Tanya mereka kembali.
“iyaa..karena dia udah baik sama kita, sudah kasih dagingnya untuk kita makan”, jawabku lagi.
“Kenapa dagingnya kita makan?”, Tanya adik.
“supaya kita sehat dan cepat besar. Daging mo kan bagus, bisa buat kita sehat..sama kayak ikan, ayam, udang, kan semuanya kita makan biar kita sehat dan cepat besar”, jawabku sambil berpikir keras jawaban apa yang mudah mereka cerna.
 “ tapi kan kepalanya, kakinya udah putus mi, apa nanti bisa di lem lagi?”Tanya si kakak.
          “ kita gak bisa lem lagi nak. Nanti Allah yang sambung lagi mo nya pas dia udah masuk ke dalam surga..”, jawabku kembali.

Pertanyaan-pertanyaan terus mengalir dari mulut mereka hingga kami sampai di rumah. Allahu Akbar.. semoga kami selalu siap dan sabar menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan.. selalu bimbing kami untuk menjadi orangtua yang shaleh ya Allah..

Mo = Lembu/ sapi

2 November 2012