Rabu, Oktober 09, 2013

Agar Anak Mau Tidur Sendiri By Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Agar Anak Mau Tidur Sendiri

Written By: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Auladi Parenting School Director
International Parenting Motivator
Ayah 4 orang anak
inspirasipspa@yahoo.com 

Membuat anak-anak tidur sendiri bukanlah pekerjaan yang mudah, khususnya yang masih berusia balita. Membiasakan anak usia balita untuk tidur terpisah sejak dini juga menurut beberapa pakar psikologi perkembangan anak diyakini dapat menanamkan sifat kemandirian pada anak-anak.


Sebenarnya, memisahkan tempat tidur anak dengan orangtua adalah kewajiban. Di dalam Al-Qur an di kenal prinsip ISTI ZAN yakni meminta izin jika anak ke kamar orangtua. Jika demikian, tak mungkin anak meminta izin jika tidurnya masih bersatu dengan orangtua. 



Orang-orang Barat cendrung memisahkan tidur anak dengan orangtua sejak bayi sedangkan orang-orang asia saat kira-kira mereka melewati masa balita? Kami merekomendasikan, agar bayi tetap dan baik jika tidur di dekan orangtua. Dampak positifnya, kehangatan, hubungan jiwa antara anak dengan orangtua bisa lebih dekat. Baru, setelah melewati kira-kira usia 3 tahun. Anak secara bertahap dipisahkan tempat tidurnya. 4 tahun: tidur beda kasur tapi masih satu kamar dengan orangtua. 5 tahun: mulai tidur beda kamar meski masih diantar orangtua. 6 tahun: seharusnya sudah dapat tidur sendiri, mandiri meski pun tanpa di dampingi. 



Apapun caranya, ini butuh konsistensi. Jika anak tengah malam menangis dan kembali lagi ke kasur orangtua. Hendaknya orangtua memindahkan kembali ke kasur anak, meski mungkin orangtua masih mendampingi sampai dia tertidur. Jika orangtua konsisten, maka insya Allah dalam waktu tertentu anak akan terbiasa tidur sendiri tanpa didampingi orangtua. 



Berikut ini beberapa tips lain yang kami kutip dari majalah Inspiredkids edisi Juni 2009, agar anak mau tidur sendiri, yaitu:



1. Ciptakan Suasana Gembira



Mulailah secara bertahap dengan mengatakan bahwa dalam beberapa hari ia akan diizinkan tidur sendiri. Buatlah seperti suatu kejadian yang menyenangkan. Bila mungkin, siapkan kamar khusus untuk si kecil atau letakkan hadiah kecil yang disukainya di bawah bantal setiap kali ia tidur di kamarnya sepanjang malam tanpa mengganggu. Jika ia sudah terbiasa, katakana bahwa sang peri pembawa hadiah harus menjaga anak lain.



2. Dengan Musik atau Cerita
Putar musik atau cerita di kamar si kecil. Biarkan anak memilih lagu atau cerita yang ingin diputarnya. Kemudian minta ia berbaring di tempat tidurnya sambil mendengarkan cerita atau musik sampai tertidur dengan sendirinya. Sediakan juga kaset musik lembut sebagai cadangan kalau-kalau ia terbangun di malam hari. Musik itu untuk menemani si kecil tidur kembali.



3. Percantik Kamar si Kecil
Carilah hiasan untuk mempercantik kamar si kecil. Libatkan dia dalam mencari hiasan kamarnya. Ia bias memilih boneka, gambar-gambar untuk digantungkan. Buatlah ruangan sehingga si kecil senang berada di kamrnya. Tak perlu mahal, tapi yang penting gunakan imajinasi untuk menghidupkan suasananya.



4. Biarkan Tumbuh Secara Alami
Biarkan kemandirian anak tumbuh secara alami. Jangan lakukan dengan paksa. Bila ia belum siap, berikan waktu baginya untuk terbiasa dengan gagasan tidur sendiri ini. Setiap anak adalah individu yang mempunyai identitas sendiri. Ia tidak bisa disamakan dengan anak tetangga, teman, bahkan kakak atau adiknya sendiri. Lepaskan ia tidur sendiri saat ia siap benar. Bila si kecil menangis di tengah malam, pergilah ke kamarnya dan temani tidur di sana. Ajarkan ia belajar mengatasi rasa takutnya.



5. Tunggu Sampai Pagi
Saat balita meminta untuk tidur bersama, katakan padanya ia baru boleh masuk kamar tidur kita saat suasana di luar rumah sudah ‘terang tanah’. Di pagi hari, si kecil akan bersemangat mengumumkan bahwa ‘gelap sudah pergi’ dan ia boleh numpang tidur sebentar di kamar orangtua.



6. Harus Ada Alternatif Lain
Katakan pada anak anda, jika ia ingin tidur di kamar kita, ia harus mau tidur di kantung tidur atau kasur lipat yang telah disediakan, di lantai. Bukannya di tempat tidur orangtua. Mula-mula si kecil akan menerima tantangan itu. Namun lama-lama akhirnya ia lebih suka tidur di kamarnya sendiri. Kasur lipatnya tetap kita sediakan di kamar, supaya tidak ada kesan bahwa kita memang berniat mengusir si kecil.



7. Pengecualian
Dengan meningkatnya kasus pelanggaran pada anak, berhati-hatilah saat menempatkan tamu sekamar dengan si kecil. Mintalah si kecil bicara jujur tentang kekhawatiran atas tamu yang sekamar dengannya.



8. Bicara Jujur
Bagi anak yang sudah mendekati usia 5 tahun, katakan terus terang bahwa ini saatnya ia tidur dan mengatur kamarnya sendiri. Anak yang diberi tanggung jawab seperti ini biasanya mau menerima dan tak akan ngambek.



9. Temani Mereka
Jika waktu tidur tiba, temani anak di kamarnya sambil membacakan cerita sampai ia tertidur. Kehadiran kita dan cerita yang kita bacakan membuatnya merasa aman dan nyaman.



10. Pindahkan Kasurnya
Saat si kecil masih ingin tidur di kamar kita, pindahkan kasurnya ke dalam kamar tidur tepat di sebelah tempat tidur kita. Kemudian setiap hari jauhkan jarak kasurnya sedikit demi sedikit, sampai mendekati pintu.

Senin, Oktober 07, 2013

Kita, Bukan Orangtua Malaikat by Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Kita, Bukan Orangtua Malaikat

Written By: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Auladi Parenting School Director
International Parenting Motivator
Ayah 4 orang anak
inspirasipspa@yahoo.com | www.auladi.org


Ayah, Ibu…..
Ketahuilah, menjadi orangtua terbaik untuk anak-anak kita
bukanlah berarti kita diharapkan menjadi orangtua malaikat
yang tak boleh kecewa, sedih, capek, pusing menghadapi anak.
Perasaan-perasaan negatif pada anak itu wajar,
bagaimana menyalurkannya hingga tak sampai menyakiti anak
itu yang menjadi fokus perhatian.

Artinya, ayah ibu,
sebenarnya kita masih tetap boleh sedih, kecewa pada anak,
tetapi kita sama sekali tak berhak untuk melukai
dan menyakiti anak-anak kita.

Ketahuilah, melotot, mengancam, membentak
dapat membuat hati anak terluka.
Apalagi, mencubit dan memukul tubuhnya.
Tubuhnya bisa kesakitan,
tapi yang lebih sakit sebenarnya apa yang ada dalam tubuhnya.

Ayah, Ibu…..
Karena kita bukan orangtua malaikat,
maka yakinlah anak kita pun bukan anak malaikat
yang langsung terampil berbuat kebaikan.
Mereka tengah belajar ayah,
mereka masih berproses Ibu.

Seperti belajar bersepeda,
kadang mereka terjatuh,
kadang mereka mengerang kesakitan ketika terjatuh.

Demikian juga dengan perilaku anak-anak kita,
mereka bereksplorasi,
mereka berproses,
mereka mengayuh kehidupan
untuk meraih kebaikan
dan menjadi manusia yang berperilaku baik.

Ketika mereka terjatuh saat belajar berperilaku,
sebagian kita lalu memvonisnya sebagai anak nakal,
padahal sebenarnya mereka belum terampil berbuat kebaikan.

Jika Ayah Ibu membimbing kebelumterampilan perbuatan baik anak
dengan cara yang baik.
Insya Allah kebelumterampilan berbuat baik mereka
akan terus tergerus dari kehidupan mereka.

Tetapi Ayah, Ibu,
jika kita menghadapi ketidakterampilan ini
dengan tekanan, ancaman, bentakan, cubitan, pelototan,
mereka akan semakin terpuruk ke arah keburukan.

Ayah Ibu….
Yakinlah, ketika seorang anak emosinya kepanasan:
nangis, marah yang terekspresikan dalam bentuk
yang mungkin dapat membuat orangtua jengkel,
siramlah ia dengan kesejukan.
Menyiram kayu yang terbakar dengan minyak panas
hanya membuat ia makin terbakar.

Ayah, Ibu…..
Yakinilah, sifat-sifat negatif anak
hanyalah bagian eksplorasi untuk mencari cahaya kehidupan.
jika kita memahaminya sebagai sebuah bagian proses kehidupan,
insya Allah anak-anak kita akan akan menebar cahaya untuk kehidupan.

Karena itu ayah, ibu…,
jika kadang amarah dengan kejahilian memperlakukan anak
mampir lagi dalam hidup kita,
kamus yang benar adalah inilah uji ketulusan
bukan kegagalan,
terus belajar tentang kehidupan,
bukan tak berhasil dalam kehidupan.

Belajar, memburu ilmu,
adalah ikhtiar yang kita tuju,
karena sebagian kita ketika menikah
tidak disiapkan jadi orangtua.

Jadi, ayah ibu,
mari kita terus belajar,
meskipun telah jadi orangtua: belajar….jadi orangtua.
Andaikan keluarga kita kuat,
insya Allah anak-anak kita memiliki ketahanan mental
terhadap lingkungan yang gawat.

**

Dikutip dari buku super best seller "Sudahkah Aku Jadi Orangtua Shalih", dapatkan renungan lainnya di buku ini.