Rabu, Oktober 09, 2013

Agar Anak Mau Tidur Sendiri By Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Agar Anak Mau Tidur Sendiri

Written By: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Auladi Parenting School Director
International Parenting Motivator
Ayah 4 orang anak
inspirasipspa@yahoo.com 

Membuat anak-anak tidur sendiri bukanlah pekerjaan yang mudah, khususnya yang masih berusia balita. Membiasakan anak usia balita untuk tidur terpisah sejak dini juga menurut beberapa pakar psikologi perkembangan anak diyakini dapat menanamkan sifat kemandirian pada anak-anak.


Sebenarnya, memisahkan tempat tidur anak dengan orangtua adalah kewajiban. Di dalam Al-Qur an di kenal prinsip ISTI ZAN yakni meminta izin jika anak ke kamar orangtua. Jika demikian, tak mungkin anak meminta izin jika tidurnya masih bersatu dengan orangtua. 



Orang-orang Barat cendrung memisahkan tidur anak dengan orangtua sejak bayi sedangkan orang-orang asia saat kira-kira mereka melewati masa balita? Kami merekomendasikan, agar bayi tetap dan baik jika tidur di dekan orangtua. Dampak positifnya, kehangatan, hubungan jiwa antara anak dengan orangtua bisa lebih dekat. Baru, setelah melewati kira-kira usia 3 tahun. Anak secara bertahap dipisahkan tempat tidurnya. 4 tahun: tidur beda kasur tapi masih satu kamar dengan orangtua. 5 tahun: mulai tidur beda kamar meski masih diantar orangtua. 6 tahun: seharusnya sudah dapat tidur sendiri, mandiri meski pun tanpa di dampingi. 



Apapun caranya, ini butuh konsistensi. Jika anak tengah malam menangis dan kembali lagi ke kasur orangtua. Hendaknya orangtua memindahkan kembali ke kasur anak, meski mungkin orangtua masih mendampingi sampai dia tertidur. Jika orangtua konsisten, maka insya Allah dalam waktu tertentu anak akan terbiasa tidur sendiri tanpa didampingi orangtua. 



Berikut ini beberapa tips lain yang kami kutip dari majalah Inspiredkids edisi Juni 2009, agar anak mau tidur sendiri, yaitu:



1. Ciptakan Suasana Gembira



Mulailah secara bertahap dengan mengatakan bahwa dalam beberapa hari ia akan diizinkan tidur sendiri. Buatlah seperti suatu kejadian yang menyenangkan. Bila mungkin, siapkan kamar khusus untuk si kecil atau letakkan hadiah kecil yang disukainya di bawah bantal setiap kali ia tidur di kamarnya sepanjang malam tanpa mengganggu. Jika ia sudah terbiasa, katakana bahwa sang peri pembawa hadiah harus menjaga anak lain.



2. Dengan Musik atau Cerita
Putar musik atau cerita di kamar si kecil. Biarkan anak memilih lagu atau cerita yang ingin diputarnya. Kemudian minta ia berbaring di tempat tidurnya sambil mendengarkan cerita atau musik sampai tertidur dengan sendirinya. Sediakan juga kaset musik lembut sebagai cadangan kalau-kalau ia terbangun di malam hari. Musik itu untuk menemani si kecil tidur kembali.



3. Percantik Kamar si Kecil
Carilah hiasan untuk mempercantik kamar si kecil. Libatkan dia dalam mencari hiasan kamarnya. Ia bias memilih boneka, gambar-gambar untuk digantungkan. Buatlah ruangan sehingga si kecil senang berada di kamrnya. Tak perlu mahal, tapi yang penting gunakan imajinasi untuk menghidupkan suasananya.



4. Biarkan Tumbuh Secara Alami
Biarkan kemandirian anak tumbuh secara alami. Jangan lakukan dengan paksa. Bila ia belum siap, berikan waktu baginya untuk terbiasa dengan gagasan tidur sendiri ini. Setiap anak adalah individu yang mempunyai identitas sendiri. Ia tidak bisa disamakan dengan anak tetangga, teman, bahkan kakak atau adiknya sendiri. Lepaskan ia tidur sendiri saat ia siap benar. Bila si kecil menangis di tengah malam, pergilah ke kamarnya dan temani tidur di sana. Ajarkan ia belajar mengatasi rasa takutnya.



5. Tunggu Sampai Pagi
Saat balita meminta untuk tidur bersama, katakan padanya ia baru boleh masuk kamar tidur kita saat suasana di luar rumah sudah ‘terang tanah’. Di pagi hari, si kecil akan bersemangat mengumumkan bahwa ‘gelap sudah pergi’ dan ia boleh numpang tidur sebentar di kamar orangtua.



6. Harus Ada Alternatif Lain
Katakan pada anak anda, jika ia ingin tidur di kamar kita, ia harus mau tidur di kantung tidur atau kasur lipat yang telah disediakan, di lantai. Bukannya di tempat tidur orangtua. Mula-mula si kecil akan menerima tantangan itu. Namun lama-lama akhirnya ia lebih suka tidur di kamarnya sendiri. Kasur lipatnya tetap kita sediakan di kamar, supaya tidak ada kesan bahwa kita memang berniat mengusir si kecil.



7. Pengecualian
Dengan meningkatnya kasus pelanggaran pada anak, berhati-hatilah saat menempatkan tamu sekamar dengan si kecil. Mintalah si kecil bicara jujur tentang kekhawatiran atas tamu yang sekamar dengannya.



8. Bicara Jujur
Bagi anak yang sudah mendekati usia 5 tahun, katakan terus terang bahwa ini saatnya ia tidur dan mengatur kamarnya sendiri. Anak yang diberi tanggung jawab seperti ini biasanya mau menerima dan tak akan ngambek.



9. Temani Mereka
Jika waktu tidur tiba, temani anak di kamarnya sambil membacakan cerita sampai ia tertidur. Kehadiran kita dan cerita yang kita bacakan membuatnya merasa aman dan nyaman.



10. Pindahkan Kasurnya
Saat si kecil masih ingin tidur di kamar kita, pindahkan kasurnya ke dalam kamar tidur tepat di sebelah tempat tidur kita. Kemudian setiap hari jauhkan jarak kasurnya sedikit demi sedikit, sampai mendekati pintu.

Senin, Oktober 07, 2013

Kita, Bukan Orangtua Malaikat by Abah Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Kita, Bukan Orangtua Malaikat

Written By: Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Auladi Parenting School Director
International Parenting Motivator
Ayah 4 orang anak
inspirasipspa@yahoo.com | www.auladi.org


Ayah, Ibu…..
Ketahuilah, menjadi orangtua terbaik untuk anak-anak kita
bukanlah berarti kita diharapkan menjadi orangtua malaikat
yang tak boleh kecewa, sedih, capek, pusing menghadapi anak.
Perasaan-perasaan negatif pada anak itu wajar,
bagaimana menyalurkannya hingga tak sampai menyakiti anak
itu yang menjadi fokus perhatian.

Artinya, ayah ibu,
sebenarnya kita masih tetap boleh sedih, kecewa pada anak,
tetapi kita sama sekali tak berhak untuk melukai
dan menyakiti anak-anak kita.

Ketahuilah, melotot, mengancam, membentak
dapat membuat hati anak terluka.
Apalagi, mencubit dan memukul tubuhnya.
Tubuhnya bisa kesakitan,
tapi yang lebih sakit sebenarnya apa yang ada dalam tubuhnya.

Ayah, Ibu…..
Karena kita bukan orangtua malaikat,
maka yakinlah anak kita pun bukan anak malaikat
yang langsung terampil berbuat kebaikan.
Mereka tengah belajar ayah,
mereka masih berproses Ibu.

Seperti belajar bersepeda,
kadang mereka terjatuh,
kadang mereka mengerang kesakitan ketika terjatuh.

Demikian juga dengan perilaku anak-anak kita,
mereka bereksplorasi,
mereka berproses,
mereka mengayuh kehidupan
untuk meraih kebaikan
dan menjadi manusia yang berperilaku baik.

Ketika mereka terjatuh saat belajar berperilaku,
sebagian kita lalu memvonisnya sebagai anak nakal,
padahal sebenarnya mereka belum terampil berbuat kebaikan.

Jika Ayah Ibu membimbing kebelumterampilan perbuatan baik anak
dengan cara yang baik.
Insya Allah kebelumterampilan berbuat baik mereka
akan terus tergerus dari kehidupan mereka.

Tetapi Ayah, Ibu,
jika kita menghadapi ketidakterampilan ini
dengan tekanan, ancaman, bentakan, cubitan, pelototan,
mereka akan semakin terpuruk ke arah keburukan.

Ayah Ibu….
Yakinlah, ketika seorang anak emosinya kepanasan:
nangis, marah yang terekspresikan dalam bentuk
yang mungkin dapat membuat orangtua jengkel,
siramlah ia dengan kesejukan.
Menyiram kayu yang terbakar dengan minyak panas
hanya membuat ia makin terbakar.

Ayah, Ibu…..
Yakinilah, sifat-sifat negatif anak
hanyalah bagian eksplorasi untuk mencari cahaya kehidupan.
jika kita memahaminya sebagai sebuah bagian proses kehidupan,
insya Allah anak-anak kita akan akan menebar cahaya untuk kehidupan.

Karena itu ayah, ibu…,
jika kadang amarah dengan kejahilian memperlakukan anak
mampir lagi dalam hidup kita,
kamus yang benar adalah inilah uji ketulusan
bukan kegagalan,
terus belajar tentang kehidupan,
bukan tak berhasil dalam kehidupan.

Belajar, memburu ilmu,
adalah ikhtiar yang kita tuju,
karena sebagian kita ketika menikah
tidak disiapkan jadi orangtua.

Jadi, ayah ibu,
mari kita terus belajar,
meskipun telah jadi orangtua: belajar….jadi orangtua.
Andaikan keluarga kita kuat,
insya Allah anak-anak kita memiliki ketahanan mental
terhadap lingkungan yang gawat.

**

Dikutip dari buku super best seller "Sudahkah Aku Jadi Orangtua Shalih", dapatkan renungan lainnya di buku ini.


Kamis, September 26, 2013

Allah Sayang Padamu Kak - Eramuslim

Terkadang kenangan ini muncul tiba-tiba...
Aku rindu padamu Kak Dian..


Allah Sayang Padamu Kak

Sriwindhari – Selasa, 16 Muharram 1430 H / 13 Januari 2009 08:18 WIB

Amin.. InsyaAllah kak.. “, ucapku menutup pembicaraan.
Kak Dian, begitu aku memanggilnya. Sebuah pertemuan singkat, namun terasa hangat dan begitu bermakna. Beliau kakak letingku saat aku masih di bangku kuliah. Kami mulai berteman akrab sejak kami melaksanakan praktek lapangan di sebuah pulau ternama di Aceh, Pulau Sabang. Hanya tiga hari kami berada disana, kamis pagi berangkat dan minggu pagi kembali ke Banda Aceh.
Namun, siapa sangka pada saat hari kepulangan kami terjadi gempa bumi dan Tsunami. Oleh karenanya kami pun terpaksa kembali lagi ke Sabang karena kapal tak bisa merapat di Pelabuhan Malahayati, Krueng Raya pada hari itu. Alhamdulillah ada sebuah desa yang besedia menampung kami para mahasiswa selama berada di Sabang. Banyak sekali bantuan yang warga berikan kepada kami selama sekitar seminggu keberadaan kami di sana. Rasanya tak sanggup membalas segala jasa baik mereka, hanya Allah jua yang dapat membalasnya.
Banyak diantara teman-teman yang mendapat kabar duka dari keluarganya yang berada di Banda Aceh. Tapi, kami semua saling menguatkan, semua yang terjadi sudah menjadi ketetapan Allah, Allah Maha Tahu mana yang terbaik buat hambaNya. Hanya do’a yang bisa kami panjatkan semoga Allah memberi kekuatan dan kesabaran kepada teman-teman yang kehilangan keluarganya dan melindungi keluarga mereka yang selamat dari gempa bumi dan tsunami.
Kak Dian adalah salah satu sosok yang sangat berkesan dalam hidupku. Aku melihatnya sebagai sosok gadis yang tegar, kuat dan tak patah semangat. Walaupun tempat tinggalnya di Banda Aceh termasuk di daerah yang rawan Tsunami, namun ia tetap menghibur dan meyakinkan diri bahwa keadaan keluarganya akan baik-baik saja. Walaupun ia sedih, tapi ia berusaha untuk menutupi kesedihannya. Memang tak semua mendapat kabar tentang kondisi keluarga masing-masing pada saat itu, karena terhambatnya jaringan komunikasi.
Hingga pada pagi itu, seorang bapak (saudaranya Kak Dian yang tinggal di Sabang) mendatangi tempat pengungsian kami. Beliau menjemput Kak Dian untuk membawanya ke rumah beliau. Aku dan seorang temanku pun di ajak ikut. Istri beliau menyiapkan makan siang untuk kami. Namun, sebelum makan, tuan rumah mempersilahkan kami untuk mandi dan bersih-bersih, karena mereka tau sangat susah untuk mendapatkan air di tempat kami mengungsi (disebabkan jumlah kami yang ramai dan ketersediaan air yang sangat terbatas).
Kabar duka itu kami terima saat aku dan seorang temanku bercerita-cerita dengan tuan rumah. Ternyata semua keluarga Kak Dian telah meninggal dunia. Mereka tak sanggup untuk menyampaikan kabar tersebut kepada Kak Dian, dan bahkan mereka bilang jangan memberi tahu kabar ini pada Kak Dian.Innalillahi wa inna ilaihi raajiuun..
Menjelang sore, kamipun diantar kembali ke tempat kami mengungsi. Mulai saat itu perasaanku tak karuan. Aku membayangkan bagaimana seandainya Kak Dian menerima kabar itu, apakah tak lebih sedih dan sakit hatinya karena saudaranya tidak memberi tau kabar itu padanya? Ya Allah.. kuatkan Kak Dian.. beri ia kesabaran saat mendengar kabar ini kelak. Amin. Air mataku kembali menetes saat menatap wajah lelapnya yang tidur di sampingku malam itu.
Seminggu kemudian kami kembali ke Banda Aceh. Menjelang siang kami telah sampai di pelabuhan Malahayati. Tampak bapak dekan dan beberapa orang dosen datang menjemput kami, juga beberapa orang tua, termasuk ayahku. Alhamdulillah. Dari pelabuhan kami berangkat menuju kampus. Aku tak akan bisa melupakan bagaimana kondisi saat kami dalam perjalanan pulang. Sangat menyedihkan Rabbi.. semuanya telah hancur. Hanya dalam hitungan menit semuanya telah hilang. Banyak mayat yang masih berserakan di tepi-tepi jalan. Astaghfirullahal’adzim… kuatkan kami Rabbi.
Sesampai di kampus, masing-masing mahasiswa pulang bersama keluarganya, baik itu orangtuanya, bunda, paman atau saudaranya. Tak terkecuali Kak Dian. Aku berpelukan dengannya sebelum Kak Dian berangkat. Hangat sekali pelukan itu, dan aku berpesan padanya agar selalu memberi kabar padaku, karena ia akan langsung berangkat ke Jakarta bersama saudaranya. Kemudian, akupun pulang ke rumah bersama ayah dan paman. Alhamdulillah.. syukur aku panjatkan padaMu Allah karena aku masih bisa berkumpul kembali dengan keluargaku.
Sekitar seminggu kemudian, aku mendapat kabar bahwa Kak Dian sakit. Bahkan sempat dirawat di rumah sakit Jakarta. Akupun berusaha untuk menelponnya. Alhamdulillah kami dapat melepas rindu sejenak walaupun hanya lewat udara. Terakhir aku berkata padanya, ”Cepat sembuh ya Kak..”
Beberapa hari setelah aku menghubunginya, aku mendapat kabar Allah telah memanggil Kak Dian untuk selamanya. Hatiku hancur, seakan tak percaya. Innalillahi wa inna ilaihi raajiun.. Ya Allah rasanya baru beberapa hari yang lalu aku mendengar suaranya juga tawanya. Aku masih teringat saat-saat yang kami lalui bersama dipengungsian dan aku juga masih terbayang bagaimana wajah tegarnya. Ya Allah.. engkau sayang padanya. Berikanlah tempat yang terbaik baginya Rabb.. Amin.

Kak Dian di kuburkan di kuburan keluarga di Banda Aceh. Alhamdulillah aku dan beberapa teman dapat hadir ikut menyalatkan dan mengantarkan Kak Dian ke tempat persinggahannya yang terakhir. Tak kuasa aku manahan tangis saat melihat wajah manisnya terbalut kain kafan putih. Selamat jalan kakakku sayang.. Usai sudah tugasmu di dunia, semoga Allah selalu menyayangimu..
Beberapa hari setelah hari pemakaman aku mendatangi rumah saudara Kak Dian. Ada sedikit keperluan dan sekalian silaturrahim. Ya Allah, kepada kami diperlihatkan video saat Kak Dian koma di rumah sakit. Wajahnya pucat, kurus dan tampak sangat berbeda saat kami berpisah terakhir sekali di kampus. Aku kembali terbayang akan kenangan indah bersamanya. Walau hanya dalam hitungan hari, namun sangat indah sekali.
Allah sayang padamu Kak.. Ia ingin engkau kembali berkumpul dengan keluargamu.. Ia Maha Tahu bahwa ini semua yang terbaik bagimu.. Amin..
”Kullu nafsin dzaa ikatul mauut.. ”, Sesungguhnya setiap yang bernyawa akan merasakan mati… (QS.Ali Imran :185).

Teriring do’a buat kakakku sayang.. semoga Allah SWT mengampuni segala kesalahanmu dan menerima semua amal ibadah yang engkau lakukan.. Amin…
(mengenang 4 tahun gempa bumi dan Tsunami)


Senin, September 23, 2013

Quantum Reading Qur'an with ust Abu Robbani


Alhamdulillah walaupun hanya sekitar tiga jam mengikuti Quantum Reading Qur'an bersama ust Abu Robbani Insyaallah ilmu yang di dapat sangat banyak. QRQ ini diikuti oleh sekitar 30 orang peserta di rumah salah satu warga Indonesia di Brisbane. Semoga kecintaan kita terhadap Alqur'an terus bertambah dan ilmu yang diperoleh dapat kita terapkan selalu dalam membaca ayat2Nya.. Aamiin..






Brisbane, 2013

Jumat, Juli 19, 2013

Mengingat Kematian - Eramuslim

Sesungguhnya di antara hal yang membuat jiwa melantur dan mendorongnya kepada berbagai pertarungan yang merugikan dan syahwat yang tercela adalah panjang angan-angan dan lupa akan kematian. Oleh karena itu di antara hal yang dapat mengobati jiwa adalah mengingat kematian yang notabene merupakan konsekuensi dari kesadaran akan keniscayaan keputusan Ilahi, dan pendek angan-angan yang merupakan dampak dari mengingat kematian. Janganlah ada yang menyangka bahwa pendek angan-angan akan menghambat pemakmuran dunia. Persoalannya tidak demikian, bahkan memakmurkan dunia disertai pendek angan-angan justeru akan lebih dekat kepada ibadah, jika bukan ibadah yang murni.
Rasulullah saw bersabda:
الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ
“Orang yang cerdas ialah orang yang mengendalikan dirinya dan bekerja untuk kehidupan setelah kematian.” (HR Tirmidzi)
Persiapan untuk menghadapi sesuatu tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mengingatnya di dalam hati, sedangkan untuk selalu mengingat di dalam hati tidak akan terwujud kecuali dengan selalu mendangarkan hal-hal yang mengingatkannya dan memperhatikan peringatan-peringatannya sehingga hal itu menjadi dorongan untuk mempersiapkan diri. Kepergian untuk menyambut kehidupan setelah kematian telah dekat masanya sementara umur yang tersisa sangat sedikit dan manusiapun melalaikannya.
اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مُعْرِضُونَ
“Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS Al-Anbiya 1)
Orang yang tenggelam dengan dunia, gandrung kepada tipu-dayanya dan mencintai syahwatnya tak ayal lagi adalah orang yang hatinya lalai dari mengingat kematian; ia tidak mengingatnya bahkan apabila diingatkan ia tak suka dan menghindarinya. Mereka itulah yang disebutkan Allah di dalam firman-Nya:
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ ثُمَّ تُرَدُّونَ إِلَى عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Al-Jumu’ah 8)
Kemudian manusia ada yang tenggelam ke dalam dunia, ada pula yang bertaubat dan ada pula yang arif.
Pertama: adapun orang yang tenggelam ke dalam dunia, ia tidak mengingat kematian sama sekali. Jika diingatkan ia mengingat semata-mata untuk menyesali dunianya dan sibuk mencelanya. Baginya, mengingat kematian hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah.
Kedua: Adapun orang yang bertaubat, ia banyak mengingat kematian untuk membangkitkan rasa takut dan khawatir pada hatinya lalu ia menyempurnakan taubat dan kadang-kadang tidak menyukai kematian karena takut disergap sebelum terwujud kesempurnaan taubat dan memperbaiki bekal. Dalam hal ini ia dimaafkan dan tidak tergolong ke dalam sabda Nabi saw:
مَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barangsiapa membenci pertemuan dengan Allah, maka Allah membenci pertemuan dengannya.” (HR Bukhari dan Muslim)
Karena sesungguhnya ia tidak membenci kematian dan perjumpaan dengan Allah, tetapi hanya takut tidak dapat berjumpa dengan Allah karena berbagai kekurangan dan keteledorannya. Ia seperti orang yang memperlambat pertemuan dengan kekasihnya karena sibuk mempersiapkan diri untuk menemuinya dalam keadaan yang diridhainya sehingga tidak dianggap membenci pertemuan. Sebagai buktinya ia selalu siap untuk menemuinya dan tidak ada kesibukan selainnya. Jika tidak demikian maka ia termasuk orang yang tenggelam ke dalam dunia.
Ketiga: Sedangkan orang yang ‘arif, ia selalu ingat kematian karena kematian adalah janji pertemuannya dengan kekasihnya. Pecinta tidak akan pernah lupa sama sekali akan janji pertemuan dengan kekasihnya. Pada ghalibnya orang ini menganggap lambat datangnya kematian dan mencintai kedatangannya untuk membebaskan diri dari kampung orang-orang yang bermaksiat dan segera berpindah ke sisi Tuhan alam semesta. Sebagaimana diriwayatkan dari Hudzaifah bahwa ketika menghadapi kematian, ia berkata:
“Kekasih datang dalam kemiskinan, semoga tidak berbahagia orang yang menyesal. Ya Allah, jika Engkau mengetahui bahwa kemiskinan lebih aku cintai dari kekayaan, sakit lebih aku cintai dari kesehatan, dan kematian lebih aku cintai dari kehidupan, maka permudahlah kematian atas diriku agar segera dapat berjumpa dengan-Mu”
Jadi, orang yang bertaubat dimaafkan dari sikap tidak menyukai kematian sedangkan orang yang ‘arif dimaafkan dari tindakan mencintai dan mengharapkan kematian. Tingkatan yang lebih tinggi dari keduanya ialah orang yang menyerahkan urusannya kepada Allah sehingga ia tidak memilih kematian atau kehidupan untuk dirinya. Apa yang paling dicintai adalah apa yang paling dicintai kekasihnya. Orang ini melalui cinta dan wala’ yang mendalam berhasil mencapai maqam taslim dan ridha, yang merupakan puncak tujuan. Tetapi bagaimanapun, mengingat kematian tetap memberikan pahala dan keutamaan. Karena orang yang tenggelam ke dalam dunia juga bisa memanfaatkan dzikrul maut untuk mengambil jarak dari dunia sebab dzikrul maut itu membuat dirinya kurang berselera kepada kehidupan dunia dan mengeruhkan kemurnian kelezatannya. Setiap hal yang dapat mengeruhkan kelezatan dan syahwat manusia adalah termasuk sebab keselamatan. Rasulullah saw bersabda:
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ يَعْنِي الْمَوْتَ
“Perbanyaklah mengingat penghancur berbagai kelezatan, yaitu kematian.”

(HR Tirmidzi, Nasaa’I dan Ibnu Majah)

Artinya, kurangilah berbagai kelezatan dengan mengingat kematian sehingga kegandrungan kamu kepada berbagai kelezatanterputus lalu kamu berkonsentrasi kepada Allah, karena mengingat kematian dapat menghindarkan diri dari kampung tipudaya dan menggiatkan persiapan untuk kehidupan akhirat, sedangkan lalai akan kematian mangakibatkan tenggelam dalam syahwat dunia, sabda Nabi saw:
تحفة المؤمن الموت
“Hadiah orang mu’min adalah kematian.” (HR Thabrani dan al-Hakim)
Nabi saw menegaskan hal ini karena dunia adalah penjara orang mu’min, sebab ia senantiasa berada di dunia dalam keadaan susah mengendalikan dirinya, menempa syahwatnya dan melawan syetannya. Dengan demikian, kematian baginya adalah pembebasan dari siksa ini, dan pembebasan tersebut merupakan hadiah bagi dirinya. Nabi saw bersabda:
الموت كفارة لكل مسلم
“Kematian adalah kafarat bagi setiap muslim.” (HR al-Baihaqi)
Yang dimaksudnya adalah orang muslim sejati yang orang-orang muslim lainnya selamat dari gangguan lidah dan tangannya, yang merealisasikan akhlaq orang-orang mu’min, tidak terkotori oleh berbagai kemaksiatan kecuali beberapa dosa kecil, sebab kematian akan membersihkannya dari dosa-dosa kecil tersebut setelah ia menjauhi dosa-dosa besar dan menunaikan berbagai kewajiban. Sebagian kaum bijak bestari menulis surat kepada salah seorang kawannya:
“Wahai saudaraku hati-hatilah terhadap kematian di kampung ini sebelum kamu berada di sebuah kampung di mana kamu berharap kematian tetapi tidak akan mendapatkannya.”
Mengingat Kematian - Eramuslim http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/mengingat-kematian-2.htm#.UehdgNLRiSo